REVIEW KULIAH ORGANISASI INTERNASIONAL
Senin, 24 November 2009
Lecturer: MICHELE ZACCHEO (Perwakilan UNIC JAKARTA)
Oleh : Sri Rezeki
NPM : 0806322962
REFORMASI SEPERTI APA YANG TERJADI DALAM PBB?
Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan wadah bagi semua negara-negara di dunia untuk saling bekerjasama dalam segala bidang dan juga mengusahakan penyelesaian bersama atas masalah bersama. PBB secara formal didirikan melalui Konferensi San Franssico pada bulan Juni 1945. Konferensi ini diikuti oleh 52 negara dari konferensi ini kemudian disahkan Piagam PBB sebagai pedoman formal dalam menjalankan fungsi PBB sebagai organisasi internasional yang tugas utamanya adalah menjamin atau memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta melakukan tindakan kolektif untuk mengantisisipasi ancaman maupun gangguan terhadap perdamaian sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Piagam PBB yang berbunyi ”To maintain international peace and security, and to that end: to take effectively collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace.”
Untuk mewujudkan cita-citanya dalam bidang ekonomi, sosial, hukum dan perwalian, PBB membentuk badan-badan utama yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional, serta ditambah dengan adanya Sekretaris Jendral. Pada masa awal terbentuknya, anggota PBB hanya 52 negara, namun sekarang anggota PBB meningkat hampir empat kali lipat yaitu 192 negara. Disinilah kemudian terdapat perdebatan hebat mengenai rasa keterwakilan negara-negara di dalam PBB. Banyak negara merasa mereka belum terwakili dengan sistem yang ada sekarang. Menurut negara-negara harus ada reformasi PBB khususnya dalam hal restrukturisasi Dewan Keamanan PBB. Mereka memperdebatkan masalah anggota Dewan Keamanan PBB, menurut mereka, seharusnya jumlah anggota Dewan Keamanan ditambah. Porsi negara dalam Dewan Keamanan yang sekarang disinyalir tidak sesuai dengan porsi jumlah negara anggota PBB dan kurang menunjukkan bentuk keterwakilan negara-negara. Bagaimana tidak, dengan jumlah anggota PBB yang pada abad ke 21 seperti sekarang ini mencapai angka 192 namun ternyata jumlah anggota Dewan Keamanan PBB tetap sama seperti pada abad ke 20 dimana jumlah anggota Dewan Keamanan hanya 15 negara, dengan lima anggota tetap dan sebelas anggota tidak tetap.
Karena hal tersebutlah, negara-negara menuntut adanya reformasi PBB secara menyeluruh, namun mereka tetap fokus menuntut jumlah anggota Dewan Keamanan ditambah jumlahnya, setidaknya memenuhi sedikit rasa keterwakilan mereka. Selain mengenai restrukturisasi PBB, bentuk reformasi yang lain adalah revitalisasi Peningkatan Peran dan efektivitas PBB agar lebih relevan manfaatnya terutama bagi negara berkembang dan meningkatkan kembali kepercayaan negara-negara maju akan pentingnya peran PBB, dan yang terakhir adalah demokratisasi, yaitu meningkatkan penghargaan kepada kewenangan PBB terutama distribusi wewenang yang lebih adil berdasarkan jumlah suara yang diwakili. Bentuk reformasi PBB adalah semacam tuntutan atas perkembangan zaman, perubahan dari waktu ke waktu dari masa abad ke 20 hingga abad ke 21. Wajar saja jika banyak negara menuntut adanya reformasi PBB, selain karena memang seharusnya PBB berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, selain itu dalam peralihan dari satu masa ke masa tentu ada banyak hal yang berubah dan menuntut adanya penyelarasan. Untuk kasus PBB, seperti yang kita ketahui bersama, dewan yang paling krusial untuk dituntut adanya perubahan adalah Dewan Keamanan.
Dewan Keamanan juga berubah fungsinya dari masa perang dingin ke masa pasca perang dingin. Jika di masa perang dingin, konflik yang ada adalah konflik antar negara, namun sekarang dimasa pasca perang dingin, konflik yang ada rata-rata diwarnai oleh menjamurnya perang internal negara. Misalnya saja konflik internal yang terjadi di Republik Kongo, Liberia, Siberia, Darfur-Sudan. Oleh karena itu, DK PBB dapat membentuk Komite Staf Militer dalam kerangka PKO dan bekerjasama dengan Organisasi Regional dalam upaya menyelesaikan konflik baik yang bersifat antar negara maupun di dalam negara. Berdasarkan Agenda for Peace yang diluinucrkan pada tahun 1992, PBB memperluas peran PKO nya. Apabila pada masa Perang Dingin tugas PKO PBB hanya terbatas pada tahap Peace-keeping atau menjaga perdamaian setelah terjadi resolusi konflik antar pihak-pihak yang bertikai, maka pada masa pasca perang dingin peran PKO diperluas mulai dari preventif diplomacy, peace-making, peace-keeping sampai post-conflict peace building.
Selain bekerjasama dengan organisasi regional, PBB dalam banyak aspek mengadakan kerjasama dengan banyak NGO (Non Govermental Organization) dan juga mengadakan kerjasama dengan banyak civil society. Kerjasama yang dilakukan oleh PBB ini dikarenakan PBB tidak mungkin dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang multi-aspects, masalah-masalah yang dihadapi dunia sekarang tidak hanya masalah konflik antar negara namun juga konflik internal, masalah ekonomi, masalah lingkungan, perubahan dari military power ke nuclear power, masalah wanita dan anak-anak, dan lain-lain. Masalah-masalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan sendiri oleh PBB sehingga membutuhkan kerjasama dengan NGOs atapun dengan civil society yang membidangi masalah-masalah tertentu, misalnya saja masalah lingkungan PBB bekerjasama dengan Greenpeace, dll.
Selain itu, masalah bersama yang dihadapi negara-negara sekarang ini lebih kepada transnational crimes, misalnya saja terorisme. Masalah terorisme ini bukan hanya masalah satu negara saja, masalah terorisme merupakan masalah bersama semua negara di dunia. Menurut Paul Pillar melihatnya sebagai ”collective definitional angst” among policymakers and scholars who deal with terorrism. Sebagai masalah bersama negara-negara, PBB juga diminta untuk ikut andil dalam menyelesaikan masalah terorisme ini. Selain terorisme, adanya kecemasan dari banyak negara terhadap pengembangan tekhnologi nuklir seperti yang sedang gencar dilakukan oleh Iran , Korea Utara, dll. Walaupun masing-masing negara tersebut berdalih bahwa nuklir yang mereka kembangkan adalah untuk tujuan damai, tetap ada kecemasan di dunia internasional karena dikhawatirkan suatu saat tekhnologi nuklir tersebut digunakan untuk kekuatan militer dan dapat membinasakan negara-negara di sunia. Untuk kasus Iran, pengembangan nuklirnya sebenarnya telah berada di bawah pengawasan dan pantauan Badan Energi Nuklir Internasional (IAEA) dan para pemeriksanya , namun tetap saja dunia khususnya Amerika merasa Iran adalah sebuah ancaman mengingat karakteristik pemimpinnya (Ahmadinejad) yang keras, sangat revolusioner dan anti-Amerika. Selain masalah nuklir dan terorisme, masalah yang dihadapi masyarakat dunia dan PBB adalah Climate Change, Food Security, Human Rights,dll. Untuk menghadapi semua masalah diatas, PBB mutlak membutuhkan bantuan dari NGOs maupun civil soiciety.
Sekjen PBB, Ban Ki Moon, merasa optimis terhadap UN Reform. Menurut Ban Ki Moon, PBB akan lebih aktif lagi, lebih transparan, dan lebih menjanjikan atas usaha pencapaian cita-cita bersama. Ada beberapa reformasi yang terjadi di badan-badan PBB lainnya misalnya saja Dewan Perwalian yang tidak terlalu berperan lagi karena hampir tidak ada negara yang masih berstatus daerah ”mandat”. Reformasi juga terjadi di badan lainnya misalnya Majelis Umum, Sekjen, Dewan Ekonomi dan Sosial, serta Mahkamah internasional. Yang mungkin sangat sulit dan mungkin akan selalu menjadi perdebatan adalah reformasi Dewan Keamanan PBB, hal ini dikarenakan power veto yang dimiliki oleh the big five. Namun, terlepas dari apakah reformasi Dewan Keamanan dapat benar-benar dilakukan atau tidak, yang jelas PBB mulai mengusahakan pengembalian citra baik PBB terhadap masyarakat internasional yang selama ini pudar karena tindak tanduk para pemegang veto khususnya Amerika Serikat. PBB yang sekarang mengusahakan tercapainya MDGs (Millenium Development Goals) yang dicita-citakan bersama, tentu saja dengan bantuan para NGO dan civil society yang menginginkan terciptanya dunia yang lebih baik lagi.
Senin, 24 November 2009
Lecturer: MICHELE ZACCHEO (Perwakilan UNIC JAKARTA)
Oleh : Sri Rezeki
NPM : 0806322962
REFORMASI SEPERTI APA YANG TERJADI DALAM PBB?
Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan wadah bagi semua negara-negara di dunia untuk saling bekerjasama dalam segala bidang dan juga mengusahakan penyelesaian bersama atas masalah bersama. PBB secara formal didirikan melalui Konferensi San Franssico pada bulan Juni 1945. Konferensi ini diikuti oleh 52 negara dari konferensi ini kemudian disahkan Piagam PBB sebagai pedoman formal dalam menjalankan fungsi PBB sebagai organisasi internasional yang tugas utamanya adalah menjamin atau memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta melakukan tindakan kolektif untuk mengantisisipasi ancaman maupun gangguan terhadap perdamaian sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Piagam PBB yang berbunyi ”To maintain international peace and security, and to that end: to take effectively collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace.”
Untuk mewujudkan cita-citanya dalam bidang ekonomi, sosial, hukum dan perwalian, PBB membentuk badan-badan utama yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional, serta ditambah dengan adanya Sekretaris Jendral. Pada masa awal terbentuknya, anggota PBB hanya 52 negara, namun sekarang anggota PBB meningkat hampir empat kali lipat yaitu 192 negara. Disinilah kemudian terdapat perdebatan hebat mengenai rasa keterwakilan negara-negara di dalam PBB. Banyak negara merasa mereka belum terwakili dengan sistem yang ada sekarang. Menurut negara-negara harus ada reformasi PBB khususnya dalam hal restrukturisasi Dewan Keamanan PBB. Mereka memperdebatkan masalah anggota Dewan Keamanan PBB, menurut mereka, seharusnya jumlah anggota Dewan Keamanan ditambah. Porsi negara dalam Dewan Keamanan yang sekarang disinyalir tidak sesuai dengan porsi jumlah negara anggota PBB dan kurang menunjukkan bentuk keterwakilan negara-negara. Bagaimana tidak, dengan jumlah anggota PBB yang pada abad ke 21 seperti sekarang ini mencapai angka 192 namun ternyata jumlah anggota Dewan Keamanan PBB tetap sama seperti pada abad ke 20 dimana jumlah anggota Dewan Keamanan hanya 15 negara, dengan lima anggota tetap dan sebelas anggota tidak tetap.
Karena hal tersebutlah, negara-negara menuntut adanya reformasi PBB secara menyeluruh, namun mereka tetap fokus menuntut jumlah anggota Dewan Keamanan ditambah jumlahnya, setidaknya memenuhi sedikit rasa keterwakilan mereka. Selain mengenai restrukturisasi PBB, bentuk reformasi yang lain adalah revitalisasi Peningkatan Peran dan efektivitas PBB agar lebih relevan manfaatnya terutama bagi negara berkembang dan meningkatkan kembali kepercayaan negara-negara maju akan pentingnya peran PBB, dan yang terakhir adalah demokratisasi, yaitu meningkatkan penghargaan kepada kewenangan PBB terutama distribusi wewenang yang lebih adil berdasarkan jumlah suara yang diwakili. Bentuk reformasi PBB adalah semacam tuntutan atas perkembangan zaman, perubahan dari waktu ke waktu dari masa abad ke 20 hingga abad ke 21. Wajar saja jika banyak negara menuntut adanya reformasi PBB, selain karena memang seharusnya PBB berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, selain itu dalam peralihan dari satu masa ke masa tentu ada banyak hal yang berubah dan menuntut adanya penyelarasan. Untuk kasus PBB, seperti yang kita ketahui bersama, dewan yang paling krusial untuk dituntut adanya perubahan adalah Dewan Keamanan.
Dewan Keamanan juga berubah fungsinya dari masa perang dingin ke masa pasca perang dingin. Jika di masa perang dingin, konflik yang ada adalah konflik antar negara, namun sekarang dimasa pasca perang dingin, konflik yang ada rata-rata diwarnai oleh menjamurnya perang internal negara. Misalnya saja konflik internal yang terjadi di Republik Kongo, Liberia, Siberia, Darfur-Sudan. Oleh karena itu, DK PBB dapat membentuk Komite Staf Militer dalam kerangka PKO dan bekerjasama dengan Organisasi Regional dalam upaya menyelesaikan konflik baik yang bersifat antar negara maupun di dalam negara. Berdasarkan Agenda for Peace yang diluinucrkan pada tahun 1992, PBB memperluas peran PKO nya. Apabila pada masa Perang Dingin tugas PKO PBB hanya terbatas pada tahap Peace-keeping atau menjaga perdamaian setelah terjadi resolusi konflik antar pihak-pihak yang bertikai, maka pada masa pasca perang dingin peran PKO diperluas mulai dari preventif diplomacy, peace-making, peace-keeping sampai post-conflict peace building.
Selain bekerjasama dengan organisasi regional, PBB dalam banyak aspek mengadakan kerjasama dengan banyak NGO (Non Govermental Organization) dan juga mengadakan kerjasama dengan banyak civil society. Kerjasama yang dilakukan oleh PBB ini dikarenakan PBB tidak mungkin dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang multi-aspects, masalah-masalah yang dihadapi dunia sekarang tidak hanya masalah konflik antar negara namun juga konflik internal, masalah ekonomi, masalah lingkungan, perubahan dari military power ke nuclear power, masalah wanita dan anak-anak, dan lain-lain. Masalah-masalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan sendiri oleh PBB sehingga membutuhkan kerjasama dengan NGOs atapun dengan civil society yang membidangi masalah-masalah tertentu, misalnya saja masalah lingkungan PBB bekerjasama dengan Greenpeace, dll.
Selain itu, masalah bersama yang dihadapi negara-negara sekarang ini lebih kepada transnational crimes, misalnya saja terorisme. Masalah terorisme ini bukan hanya masalah satu negara saja, masalah terorisme merupakan masalah bersama semua negara di dunia. Menurut Paul Pillar melihatnya sebagai ”collective definitional angst” among policymakers and scholars who deal with terorrism. Sebagai masalah bersama negara-negara, PBB juga diminta untuk ikut andil dalam menyelesaikan masalah terorisme ini. Selain terorisme, adanya kecemasan dari banyak negara terhadap pengembangan tekhnologi nuklir seperti yang sedang gencar dilakukan oleh Iran , Korea Utara, dll. Walaupun masing-masing negara tersebut berdalih bahwa nuklir yang mereka kembangkan adalah untuk tujuan damai, tetap ada kecemasan di dunia internasional karena dikhawatirkan suatu saat tekhnologi nuklir tersebut digunakan untuk kekuatan militer dan dapat membinasakan negara-negara di sunia. Untuk kasus Iran, pengembangan nuklirnya sebenarnya telah berada di bawah pengawasan dan pantauan Badan Energi Nuklir Internasional (IAEA) dan para pemeriksanya , namun tetap saja dunia khususnya Amerika merasa Iran adalah sebuah ancaman mengingat karakteristik pemimpinnya (Ahmadinejad) yang keras, sangat revolusioner dan anti-Amerika. Selain masalah nuklir dan terorisme, masalah yang dihadapi masyarakat dunia dan PBB adalah Climate Change, Food Security, Human Rights,dll. Untuk menghadapi semua masalah diatas, PBB mutlak membutuhkan bantuan dari NGOs maupun civil soiciety.
Sekjen PBB, Ban Ki Moon, merasa optimis terhadap UN Reform. Menurut Ban Ki Moon, PBB akan lebih aktif lagi, lebih transparan, dan lebih menjanjikan atas usaha pencapaian cita-cita bersama. Ada beberapa reformasi yang terjadi di badan-badan PBB lainnya misalnya saja Dewan Perwalian yang tidak terlalu berperan lagi karena hampir tidak ada negara yang masih berstatus daerah ”mandat”. Reformasi juga terjadi di badan lainnya misalnya Majelis Umum, Sekjen, Dewan Ekonomi dan Sosial, serta Mahkamah internasional. Yang mungkin sangat sulit dan mungkin akan selalu menjadi perdebatan adalah reformasi Dewan Keamanan PBB, hal ini dikarenakan power veto yang dimiliki oleh the big five. Namun, terlepas dari apakah reformasi Dewan Keamanan dapat benar-benar dilakukan atau tidak, yang jelas PBB mulai mengusahakan pengembalian citra baik PBB terhadap masyarakat internasional yang selama ini pudar karena tindak tanduk para pemegang veto khususnya Amerika Serikat. PBB yang sekarang mengusahakan tercapainya MDGs (Millenium Development Goals) yang dicita-citakan bersama, tentu saja dengan bantuan para NGO dan civil society yang menginginkan terciptanya dunia yang lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar